Sabtu, 21 Januari 2017

Wahai Angin

Dengarlah wahai angin senja, dengarlah lenguhan hati ini.
Biarkanlah kepak kepak ku melanglang lagi mengitari langit dan gundah.

Airmata yang tercurah, hanya untuk ke sia-sia an belaka, usah mengulas kembali untaian-untaian janji yang terberai, yang tergores pada dinding-dinding yang telah kusam, dan pada rasa yang telah mati.

Dengarlah jua seruan Qalbu nan terhimpit resah adalah hati yanh memanggil dan kaki jiwa yang berat, melaju kesatu arah.

Melangkahi bebatuan runcing, mengurai makna hidup yang hakiki.
Mencari sandaran jiwa, kala gemuruh azab cinta mendera nurani.

Dengarlah jua wahai senja nan enggan bersenda ria, di sini ku berharap ada senyuman manis yang kan kau torehkan di langkah ini.

Menghibur risau nurani, yang tergulung serpihan luka yang menganga mengajak lengan-lengan jiwa ku menampak gagah, di batas tatap netra.

Dan lantunan awan mu bagaikan ke indahan yang mewarnai hening.
Berhentilah berkeluh resah menatap silam.

Wahai hati nan tergayut sesal, buatlah apa saja yang sampai kepada waktu, hingga kau tak merenung dalam kecewa.

Sibaklah jalanan depan yang terbentang, yang masihlah begitu panjang, kenakanlah senyum dan tawa direntangan waktu, sebelum masa yang kau nantikan tiba.

Dan dengarlah jua, wahai buana nan memerih luka, usirlah kelam yang mengotori indah nuansa pesona mu.

Jangan biarkan wajah sang gulana memagut kedamaian hati.
Barkah kisah yang terpenggal berlalu, ketika makna telah ternodai dusta.

Jalanan ini masihlah menampakan tatap netra jiwa ku.
Dan biarkanlah jua, tatap-tatap liar, memasung langkah yang telah tercanang dan untuk mu sang petang.

Usah kau bawakan lagi keremangan, di atas deru nafasku yang kian melaju, menatap muak pada aksara cinta yang tergerai.....




Tidak ada komentar:

Posting Komentar