Jumat, 13 Januari 2017

Konsep Rahmatan Lil'allamiin

Ada 3 jenis output dari Rahmatan lil ‘alamiin dalam diri seseorangn, pertama; dia tidak merepotkan orang lain(luas) Kedua; bermanfaat untuk orang lain.

Ketiga; bermanfaat bagi seluruh alam semesta.

Dengan sistem itu (Rahmatan lil ‘alamiin), selain dia selamat dan berguna dalam rentang hidupnya, dia juga selamat dan berguna dalam rentang nyawanya.

Rentang hidup yang dimaksudkan adalah rentang waktu sejak manusia lahir dari rahim ibunya sampai kelak ia dicabut nyawanya, kemudian mati secara fisik.

Sedangkan rentang nyawa adalah sejak pertamakali ruh ditiupkan (muncul kesadaran) hingga kelak ia nyawiji dengan Allah SWT.

Ketika sistem Rahmatan lil ‘alamiin ini kita sepakati sebagai sebuah sistem untuk menjadikan manusiaaman dihadapan Allah, maka untuk mewujudkannya dan menjalankan sistem ini diperlukan sebuah metode dan analisis yang sangat mendalam, ditengah kesulitan yang kita hadapi saat ini dalam mencerna seperti apa sistem Rahmatan lil ‘alamiin yang dikehendaki oleh Allah sebenarnya.

Kesulitan yang dihadapi oleh manusia saat ini bukan hanya soal apakah ia sudah bertemu dengan Tuhan atau belum, melainkan dalam proses perjalanan menuju Tuhan itu sendiri manusia harus berhadapan dengan berbagai macam madzhab dan golongan yang mengaku dirinya paling benar.

Sedangkan RAHMAT itu sendiri bentuknya tidak bisa diidentifikasi dengan detail, bahkan tidak selamanya menyenangkan.

Dalam satu momentum, hancurnya sebuah pohon bisa saja menjadi rahmat bagi pohon itu sendiri, atau juga bagi makhluk yang ada di sekitarnya.

Salah satu contohnya ketika pohon ditebang, kemudian kayu dari pohon tersebut diolah menjadi barang yang baru seperti meja misalnya.

Seperti halnya anak kecil, kasih sayang yang dia harapkan atau dia dambakan mungkin hanya sebatas tamasya bersama keluarga ke kebun binatang atau terwujud dalam sebuah mainan yang dibelikan oleh orang tuanya, setiap manusia akan menemukan dimensi-dimensi yang berbeda dalam menemukan rahmatnya sendiri.

Sebuah metode bagaimana menerapkan sistem Rahmatan lil ‘alamiin dengan menggunakan buku panduan Al Qur‘an.

Dalam Islam, ketika seseorang akan membaca Al Qur’an salah satu syaratnya adalah dia harus suci (bersih dari hadats kecil maupun besar), dalam sebuah ayat disebutkan : Laa yamassuhu illa-l-muthohharuun.

Secara kasat mata, untuk bersuci dari hadats kita bisa menggunakan Wudhlu untuk bersuci.

Ketika kita berwudhlu, Islam pun mengatur sedemikian rupa kalsifikasi air yang boleh digunakan untuk berwudhlu.

Jenis air yang diperbolehkan untuk berwudhlu diantaranya adalah air mutlak (kudus) dan air musyammas (terjemur matahari).

Sedangkan air yang tidak boleh digunakan untuk Wudhlu diantaranya adalah air musta’mal (yang sudah terpakai) dan air mutanajjis (yang tercampur dengan najis.

Proses Wudhlu seharusnya tidak hanya membersihkan secara wadag (kasat mata) saja, melainkan juga mampu mensucikan fikiran dan hati seseorang yang telah berwudhlu.

Ketika ia akan membaca Al Qur’an setelah diawali dengan berwudhlu, maka ia sudah berada dalam situasi kesucian fikiran dan hati.

Sehingga Al Qur’an benar-benar akan memberikan petunjuk kepada yang membacanya itu bahkan bisa jadi memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selama ini ada dalam fikirannya, dan informasi yang terambil dari Al Qur’an akan dia dapatkan secara tepat dan akurat sesuai dengan kebutuhan dan relevansinya.

4 jenis air tadi kedalam cara berfikir manusia.

Air mutlak digambarkan dalam ruang fikiran yang jernih.

Yang dimaksud dengan fikiran yang jernih atau murni adalah ketika cara berfikir manusia atau akal itu sendiri dibiarkan menemukan pengetahuan dengan kemurnian berfikirnya sendiri, ketika ia mencari tahu ia tidak investasi pendapat atau asumsi dalam fikirannya, yang dilakukan adalah melihat data dan mengumpulkan konsistensi data tersebut.

Dalam ranah ilmu pengetahuan, lambang kesucian ini di ibaratkan seperti Matematika.

Dalam matematika 2 + 2 = 4, manusia tidak memiliki peluang untuk berdebat, berdiskusi atau bernegosiasi untuk kemudian merubah hasil dari 2+ 2 menjadi selain 4.

Air Musyammas jika digambarkan dalam cara berfikir manusia adalah sebuah cara berfikir yang tidak hanya menggunakan akal secara murni, tetapi sudah dipengaruhi oleh faktor yang lain.

Misalnya, bagaimana manusia mencari pengetahuan melalui manusia yang lainnya sehingga cara pandangnya sudah terpengaruh oleh orang lain yang ia temui itu.

Sehingga, dalam terminologi ini seorang manusia sudah melakukan investasi pendapat dan asumsi tentang apa yang ia cari ketika berfikir.

Dalam ilmu pengetahuan, cara berfikir seperti ini adalah Fisika. Dalam Fisika, setiap eksperimen yang dilakukan berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya sudah ada, tidak murni sebagai eksperimen yang berdiri sendiri tanpa campur tangan pengetahuan sebelumnya.

Sehingga yang terjadi adalah pengetahuan yang selalu berkembang. Air musta’mal digambarkan dalam ranah cara berfikir Al Qur'an adalah ketika kita menggunakan tafsir-tafsir orang lain yang digunakan untuk memahami sebuah pengetahuan.

Misalnya dalam Ilmu Tafsir Al Qur’an itu sendiri dimana saat ini kita dihadapkan dengan berbagai jenis buku tafsir menurut ulama-ulama yang jumlahnya sangat banyak, ada Tafsir Ibnu Katsir, ada Tafsir Jalalain, ada Tafsir Al Misbah dan sebagainya.

Metode ini tidak bisa digunakan manusia lain selain penulisnya atau pentafsirnya sendiri untuk“berwudhlu” dihadapan Tuhan.

Bahwa kemudian kita menggunakan metode si pentafsir dalam menafsirkan sebuah pengetahuan itu adalah sebuah cara, tetapi hasil tafsiran orang tersebut tidak bisa digunakan oleh kita, karena tafsirnya itu sudah menjadi media bagi si pentafsir untuk “berwudhlu” dihadapan Tuhan sebelumnya, sehingga ia adalah seperti air musta’mal.

Ia adalah hasil perasan sebuah pengetahuan yang sudah digunakan oleh si pentafsir.

Jenis air yang keempat, air mutanajjis jika dalam istilah air ia adalah air yang sudah terkontaminasi oleh kotoran.

Dalam rangkaian cara berfikir, air mutanajjis adalah cara berfikiryang sudah terkontaminasi oleh motif dan tujuan sumber pemberi informasi.

Yang paling dekat dengan istilah air mutanajjis dalam kerangka berfikir ini adalah informasi dari media massa.

Karena informasi di media massa saat ini hampir semuanya mengandung pembiasan, tujuan dan agenda-agenda dari penulis informasi atau yang berkuasa dalam corong informasi yang kita sebut media massa itu sendiri.

Bukan berarti kita menolak 100% kepada informasi yang diberikan oleh media massa, tetapi yang harus disadari adalah bahwa informasi dari media massa tidak bisa kita gunakan untuk “berwudhlu” dihadapan Tuhan layaknya air mutlak atau air musyammas tadi.

Yang paling mungkin dilakukan dari informasi yang didapatkan dari media massa adalah menyaringnya dan mensucikan kembali informasi tersebut.

 Sehingga sangat mustahil manusia akan menjadi Rahmatan lil ‘alamiin jika air yang digunakan untuk bersuci ketika membaca buku manual Al Qur‘an adalah air mutanajjis." Semakin dekat kita bersuci kepada Tuhan, maka akan semakin dekat posisi kita untuk bisa mengejawantahkan Rahmatan lil ‘alamiin di dunia”Konsep Rahmatan lil ‘alamiin dalam khasanah budaya Jawa.

Mencontohkan satu dari sekain banyak budaya; Wayang. Dari sekian banyak tokoh-tokoh pewayangan yang ada, jika dicermati akan kita dapati kekayaan pengetahuan si pencetus kesenian Wayang itu sendiri.

Dalam Wayang, kita akan menemukan representatif dari sekian jenis manusia berdasarkan ras, suku dan agama.

Fakta ini merupakan hasil dari pembelajaran yang menggunakan alam sebagai sumber utama pengetahuan si pembuat Wayang sehingga ia mampu mewujudkan keanekaragaman bentuk mahkluk Allah dalam wujud Wayang.

Dari contoh ini sudah memiliki kesimpulan bahwa Jawa juga sudah mencapai tingkatan Rahmatan lil ‘alamiin sejak zaman dahulu.

Manusia kebanyakan mendefinisi sebuah kebenaran berdasarkan “adalah” yang dikembangkan oleh orang lain, manusia pada akhirnya tidak memiliki kemerdekaan dalam berfikir karena yang ia gunakan adalah hasil fikiran orang lain.

Manusia saat ini mendefinisikan sesuatu bukan hasil dari ijtihadnya sendiri. Pada kata Alam yang terdapat dalam Rahmatanlil ‘alamiin adalah Alam. Alam dijadikan sebagai sumber utama pengetahuan, sehingga hasil dari olahan pengetahuan itu sendiri adalah kebenaran yang alamin..

Semoga bermanfaat...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar